A. ALAT UCAP
Alat
ucap merupakan alat yang digunakan untuk menghasilkan bunyi-bunyi bahasa yang
mempunyai fungsi utama lain yang bersifat fisiologis, misalnya paru-paru untuk
bernafas, lidah untuk mengecap, dan gigi untuk mengunyah. Namun, alat itu
secara linguistik digunakan untuk menghasilkan bunyi-bunyi bahasa sewaktu
berujar. Berikut merupakan gambar
alat ucap:
Keterangan:
1. Paru-paru (lungs)
2. Tenggorokan (trachea)
3. Pangkal tenggorokan (larynx)
4. Pita suara (vocal cords) yang di dalamnya
terdapat glotis, yaitu celah di antara dua bilah pita suara.
5. Krikoid (cricoid)
6. Tiroid (tyroid) atau gondok laki
7. Aritenoid (arythenoid)
8. Dinding Rongga kerongkongan (wall of pharynx)
9. Epiglotis (epiglottis)
10. Akar lidah (root of tangue)
11. Pangkal lidah (dorsum)
12. Tengah lidah (medium)
13. Daun lidah (lamina)
14. Ujung lidah (apex)
15. Anak tekak (uvula)
16. Langit-langit lunak (velum)
17. Langit-langit keras (palatum)
18. Gusi (alveolum)
19. Gigi atas (dental)
20. Gigi bawah (dental)
21. Bibir atas (labia)
22. Bibir bawah (labia)
23. Mulut (mouth)
24. Rongga mulut (mouth cavity)
25. Rongga hidung (nasal cavity)
Nama-nama
Latin alat ucap itu perlu diperhatikan karena nama-nama bunyi disebut juga
dengan nama Latinnya itu. Misalnya, bunyi yang dihasilkan di bibir disebut
bunyi labial, diambil dari kata labium yaitu bibir; dan bunyi yang
dihasilkan oleh ujung lidah dan gigi disebut bunyi apikodental, yang diambil dari kata apeks yaitu ujung lidah dan kata dentum yaitu gigi.
B. CARA KERJA ALAT-ALAT
UCAP
Menurut
Chaer (2009:20) cara kerja dari alat-alat ucap yaitu sebagai berikut:
1. Paru-Paru (lung)
Paru-paru adalah sumber arus udara yang merupakan syarat mutlak untuk
terjadinya bunyi bahasa. Namun, perlu diketahui juga bahwa bunyi bahasa dapat
juga dihasilkan dengan dengan arus udara yang datang dari luar mulut. Kalau
arus udara datang dari paru-paru disebut arus udara agresif, dan kalau udara
datang dari luar disebut udara ingresif. Terlu diketahui juga selama ini dalam
bahasa indonesia tidak ada bunyi yang dihasilkan dengan udara ingresif itu.
2. Pangkal Tenggorok (laring),
pita suara, glotis, dan epiglotis
Pangkal tenggorok adalah sebuah rongga pada ujung saluran pernafasan yang
ujungnya ada sepasang pita suara. Pita suara ini dapat terbuka lebar, terbuka
agak lebar, terbuka sedikit, dan tertutup rapat, sesuai denagan arus udara yang
dihembuskan keluar. Celah di antara pita suara itu disebut glotis. Pada glotis
inilah awal terjadinya bunyi bahasa dalam proses produksi bunyi itu. Bila
glotis dalam keadaan terbuka lebar maka tidak ada bunyi bahasa yang dihasilkan
selain desah nafas. Bila glotis dalam keadaan terbuka agak lebar akan terjadi
bunyi tak bersuara. Bila glotis dalam keadaan terbuka sedikit akan terjadi
bunyi bersuara. Lalu bila glotis dalam keadaan tertutup rapat akan terjadi
bunyi hmazah atau bunyi hambat glotal. Proses pembunyian ini dibantu oleh
epiglotis (katup pangkal tenggorok) yang bertugas menutup dan membuka jalan
nafas (jalan udara ke paru-paru) dan jalan makanan/minuman ke arah pencernaan.
3. Rongga Kerongkongan (faring)
Faring atau rongga kerongkongan adalah sebuah rongga yang terletak diantara
pangkal tenggorok dengan rongga mulut dan rongga hidung. Faring berfungsi
sebagai “tabung udara” yang akan ikut bergetar bila pita suara bergetar. Bunyi
bahasa yang dihasilkan disebut bunyi faringal.
4. Langit-Langit Lunak (Venum), anak tekak (uvula)
dan pangkal lidah (dorsum)
Velum atau langit-langit lunak dan bagian ujungnya yang disebut uvula (anak
tekak) dapat turun naik untuk mengatur arus udara keluar masuk melalui rongga
hidung atau rongga mulut. Uvula akan merapat ke dinding faring kalau arus udara
keluar melalui rongga mulut, dan akan menjauh dari dinding faring kalau arus
udara keluar melalui rongga hidung. Bunyi yang dihasilkan kalau udara keluar
melalui rongga hidung disebut bunyi nasal dan kalau udara keluar melalui rongga
mulut disebut oral. Bunyi yang dihasilkan dengan velum sebagai artikulator
pasif dan dorsum sebagai artikulator aktif disebut bunyi dorsovelar, dari
gabungan kata dorsum dan velum. Sedangkan yang dihasilkan oleh uvula disebut
bunyi uvular.
5. Langit-Langit keras (palatum), ujung lidah (apeks),
dan daun lidah (laminnum)
Dalam pembentukan bunyi-bunyi bahasa, langit-langit keras (palatum) berlaku
sebagai pasif (artikulator yang diam, tidak bergerak) dan yang menjadi
artikulator aktifnya adalah ujung lidak (apeks) atau daun lidah (laminum).
Bunyi bahasa yang dihasilkan oleh palatum dan apeks disebut bunyi apikopalatal.
Sedangkan yang dihasilakan oleh palatum dana laminum disebut bunyi
laminopalatal.
6. Ceruk gigi (alveolum), apeks, dan daun lidah (laminum)
Dalam pembentukan bunyi bahasa, alveolum sebagai artikulator pasif dan
apeks atau laminum sebagai artikulator aktifnya. Bunyi yang dihasilkan oleh
alveolum dan apeks disebut bunyi apikoalveolar. Kemudian yang dihasilkan oleh
alveolum dan laminum disebut bunyi laminoalveolar.
7. Gigi (dentum),
Ujung lidah (apeks), dan bibir (labium)
Dalam produksi bunyi bahasa, gigi atas dapat berperan sebagai artikulator
pasif, yang menjadi artikulator aktifnya adalah apeks atau bibir bawah. Bunyi
yang dihasilkan oleh gigi atas dan apeks disebut bunyi apikodental dan yang
dihasilakan oleh gigi atasa dan bibir bawah disebut bunyi labiodental. Dalam
hal ini ada juga bunyi interdental dimana apeks sebagai artikulator aktif
berada diantara gigi atas dan gigi bawah yang menjadi artikulator pasifnya.
8. Bibir bawah dan bibir atas
Dalam pembentukan bunyi bahasa bibir atas bisa menjadi artikulator pasif
dan bibir bawah menjadi artikulator aktif. Bunyi yang dihasilkan disebut bunyi
bilabial. Bibir bawah bisa juga menjadi artikulator pasifnya. Lalu, bunyi yang
dihasilkan disebut bunyi labiodental, dari kata labium dan dentum.
9. Lidah (tongue)
Lidah terbagi atas empat bagian, yaitu ujung lidah (apeks), daun lidah (laminum),
punggung atau pangkal lidah (dorsum), dan akar lidah (root). Lidah dengan bagian-bagiannya
dalam pembentukan bunyi bahasa selalu menjadi artikulator pasifnya adalah
alat-alat ucap yang terdapat pada rahang atas.
10. Mulut dan rongga mulut
Rongga mulut dengan kedua belah bibir (atas dan bawah) berperan dalan pembentukan
bunyi vokal. Apabila bentuk mulut memundar maka akan dihasilkan bunyi vokal
bundar atau bulat. Apabila bentuk mulut tidak bundar atau melebar akan
dihasilkan bunyi vokal tidak bundar. Sebagai umum bunyi yang dihasilkan
dirongga mulut disebut bunyi oral, sebagai lawan bunyi nasal yang dihasilkan
melalui rongga hidung.
11. Rongga Hidung
Bunyi bahasa yang dihasilkan melalui rongga hidung disebut bunyi nasal.
Bunyi nasal ini dihasilakan dengan cara menutup rapat-rapat arus udara dirongga
mulut, dan menyalurkan keluar melalui rongga hidung. Yang ada dalam bahasa
Indonesia adalah bunyi nasal bilabial, bunyi nasal apikeolveaolar, bunyi nasal
laminopalatal, dan bunyi nasal dorsovelar.
C. PROSES PEMBENTUKAN
BUNYI
Proses
pembetukan bunyi merupakan
proses dihasilkannya bunyi melalui artikulator. Proses pembentukan bunyi bahasa
dipengaruhi oleh tiga sarana utama, yaitu arus udara, pita suara dan alat ucap. Ketiga sarana
ini juga yang oleh fonetisi dipakai sebagai dasar pengklasifikasian bunyi
(Masnur Muslich, 2008:30). Berikut penjelasan dari tiga sarana utama tersebut:
1. Arus Udara
Arus udara merupakan sumber energi utama pembentukan
bunyi bahasa hasil kerja alat atau organ tubuh yang dikendalikan oleh otot-otot
atas perintah saraf otak. Berikut merupakan gambar arus udara.
2.Pita Suara
Pita suara memiliki sumber
bunyi. Ia bergetar atau digetarkan oleh udara yang keluar masuk paru-paru. Pita
suara terletak dalam kerongkongan (larynx)
dalam posisi mendapar dari muka (anterior)
ke belakang (posterior).
Pada gambar 3.3a, 3.3b, 3.4a, dan 3.4b terlihat dengan jelas bagaimana
keadaan pita suara ketika glotis tertutup, glotis terbuka sedikit, glotis
terbuka memanjang, dan glotis terbuka lebar.
Bergetarnya
pita suara dengan cara membuka dan menutup. Lubang pada saat pita suara itu
membuka disebut glotis. Membukanya
dari muka menuju ke belakang. Kadang-kadang membukanya tidak sampai ke belakang
betul. Menutupnya pun mulai dari muka. Selain dari getaran penuh dari muka ke
belakang, ada lagi getaran kecil yang panjangnya setengah, sepertiga,
seperempat dan seterusnya dari panjang pita suara, dan bergetar secara
serempak. Satu kali membuka-menutupnya pita suara (dua getaran) disebut satu
gelombang. Banyaknya gelombang per detik disebut frekuensi bunyi. Dengan
demikian, suatu bunyi yang diucapkan orang berfrekuensi 141 gelombang per
detik, berarti pita suara membuka-menutupnya sebanyak 141 kali per detik.
Tenggorokan yang terletak
dia atas pita suara, rongga mulut, dan rongga hidung berperan sebagai resonator
atau peninggi bunyi yang diciptakan oleh pita suara. Dengan demikian waktu pita
suara bergetar, ternggoran, rongga mulut, dan rongga hidung ikut membantu
menggetarkan udara dengan frekuensi yang seirama dengan frekuensi pita suara,
sehingga bunyi dari pita suara menjadi
lebih tinggi pengaruhnya (Masnur Muslich, 2008:30).
3.Alat Ucap
Alat ucap yang dibicarakan dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat
dibagi atas tiga komponen (Chaer, 2009:26-27) yaitu :
a.
Komponen subglotal
b.
Komponen laring, dan
c.
Komponen supraglotal
Komponen
subglotal terdiri dari
paru-paru (kiri dan kanan), saluran bronkial, dan saluran pernafasan (trakea). Di samping ketiga alat ucap ini
masih ada yang lain, yaitu otot-otot, paru-paru, dan rongga dada. Secara
fisiologis komponen ini digunakan untuk proses pernafasan. Karena itu, komponen
ini disebut juga sistem pernafasan. Lalu dalam hubungannya dengan fonetik disebut sistem
pernafasan subglotis. Fungsi utama komponen subglotal ini adalah “memberi”
arus udara yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya bunyi bahasa.
Komponen laring
(tenggorok) merupakan kotak yang terbentuk dari tulang rawan yang berbentuk
lingkaran. Di dalamnya terdapat pita suara. Laring berfungsi sebagai klep yang
mengatur arus udara antara paru-paru, mulut, dan hidung. Pita suara dengan
kelenturannya bisa membuka dan menutup, sehingga bisa memisahkan dan sekaligus
bisa menghubungkan antara udara yang ada di paru-paru dan yang ada di mulut
atau rongga hidung.
Komponen supraglotal adalah alat-alat ucap yang berada di dalam rongga mulut dan rongga hidung
baik yang menjadi artikulator aktif maupun yang menjadi artikulator pasif.
Terjadinya bunyi bahasa dalam proses produksi bunyi
bahasa pada umumnya dimulai dari proses pemompaan udara ke luar dari paru-paru
melalui pangkal tenggorokan (laring) ke tenggorokan yang di dalamnya terdapat
pita suara. Supaya udara itu bisa ke luar, pita suara tu harus berada dalam
keadaan terbuka. Setelah melalui pita suara, yang merupakan jalan satu-satunya
untuk bisa ke luar, entah melalui rongga mulut atau rongga hidung, arus udara
tadi diteruskan ke luar ke udara bebas.
Ada empat macam posisi glotis pada pita suara yaitu
pita suara dengan (a) glotis terbuka lebar, (b) glotis terbuka agak lebar, (c)
glotis terbuka sedikit, dan (d) glotis tertutup rapat. Kalau glotis terbuka
lebar, maka tidak terjadi bunyi bahasa. Posisi ini adalah posisi dalam bernafas
secara normal. Kalau posisi glotis terbuka agak lebar, maka akan terjadilah
bunyi bahasa yang disebut bunyi tak bersuara. Kalau posisi glotis terbuka
sedikit maka akan terjadi bunyi bahasa yang disebut bunyi bersuara. Kalau
posisi glotis tertutup rapat maka akan terjadi bunyi hambat glotal atau lazim
disebut bunyi hamzah (Chaer, 2009:28).
Menurut Chaer (2009:29-30) secara umum titik
artikulasi (pertemuan antara artikulator aktif dan artikulator pasif) yang
mungkin terjadi dalam bahasa Indonesia ialah :
a) Artikulasi bilabial (bibir bawah dan
bibir atas)
b) Artikulasi labiodental (bibir bawah dan
gigi atas)
c) Artikulasi interdental (gigi bawah,
gigi atas, dan ujung lidah)
d) Artikulasi apikodental (ujung lidah dan
gigi atas)
e) Artikulasi apikoalveolar (ujung lidah dan
ceruk gigi atas)
f) Artikulasi laminodental (daun lidah
dan gigi atas)
g) Artikulasi laminopalatal (daun lidah
dan langit-langit keras)
h) Artikulasi lamino alveolar (daun lidah dan
ceruk gigi atas)
i) Artikulasi dorsopalatal (pangkal
lidah dan langit-langit keras)
j) Artikulasi dorsovelar (pangkal
lidah dan langit-langit lunak)
k) Artikulasi dorsouvular (pangkal lidah dan
anak tekak)
l) Artikulasi oral (penutupan arus
udara ke rongga hidung)
m) Artikulasi radiko faringal (akar lidah dan
dinding kerongkongan)
Pertemuan antara artikulator dan
titik artikulasi inilah yang dipakai oleh fonetisi sebagai penamaan bunyi yang
dihasilkannya (Masnur Muslich,
2008:38-39).
D. CARA ARTIKULASI ATAU
BUNYI BAHASA DIHASILKAN
Cara
artikulasi atau bunyi bahasa dapat dihasilkan melalui beberapa cara Chaer
(2013:30-31) yaitu sebagai berikut:
1.
Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu dengan tiba-tiba
diletupkan sehingga terjadilah bunyi yang disebut bunyi hambat, bunyi letup
atau bunyi plosif.
2.
Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu arus ujar itu dikeluarkan
melalui rongga hidung, sehingga terjadilah bunyi nasal.
3.
Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian diletupkan sambil
digeser atau didesiskan sehingga terjadilah bunyi paduan atau bunyi afrikat.
4.
Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian digeserkan atau
didesiskan sehingga terjadilah bunyi geseran, bunyi desis atau bunyi frikatif.
5.
Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah, maka
terjadilah bunyi sampingan atau bunyi lateral.
6.
Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah lalu
digetarkan sehingga terjadilah bunyi getar atau tril.
7.
Arus ujar itu pada awal prosesnya diganggu oleh posisi lidah tetapi
kemudian diganggu pada titik artikulasi tertentu sehingga terjadilah bunyi semi
vokal yang dikenal juga dengan nama bunyi hampiran.
Dalam membuat klasifikasi bunyi
dan klasifikasi fonem digunakan tiga patokan atau kriteria, yaitu titik
artikulasi, tempat artikulasi, dan bergetar tidaknya pita suara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar