BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Studi bahasa adalah suatu bidang studi yang sifatnya multi disipliner.
Maksudnya, di samping kedudukannya sebagai disiplin tersendiri, studi bahasa
banyak melibatkan disiplin-disiplin ilmu pengetahuan yang lain. Bahasa adalah
salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang membedakannya dari
makhluk-makhluk yang lain. Ilmu yang mempelajari hakekat dan cirri-ciri bahasa
ini disebut ilmu linguistik. Linguistiklah yang mengkaji unsur-unsur
bahasa serta hubungan-hubungan unsur itu dalam memenuhi fungsinya sebagai alat
perhubungan antarmanusia.
Bahasa
dapat dikaji dari berbagai sudut dan memberikan perhatian khusus pada
unsu-unsur bahasa yang berbeda-beda dan pada hubungan-hubungan atau struktur
yang berbeda-beda.Dengan begitulah lahir beberapa cabang ilmu linguistik.
Antara lain: fonologi, morfologi, sintaksis, wacana, tipologi bahasa,
lingustik historis, dialektologi, dst.
Sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan
pemakainya di dalam masyarakat. Ini berarti bahwa sosiolinguistik memandang
bahasa pertama-tama sebagai system social dan sitem komunikasi, serta merupakan
bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu, makalah yang kami susun ini
agar dapat memperjelas pengertian dan kajian linguistik dengan ilmu yang lain.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui hakikat sosiolinguistik.
2.
Untuk
mengetahui hakikat komunikasi bahasa dalam bidang sosiolinguistik
3.
Untuk mengetahui
hubungan sosiolinguistik dan ilmu-ilmu yang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sosiolinguistik
Chaer dan agustina (2004:1) Sosiolinguistik
merupakan ilmu antar disiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu
empiris yang mempunyai kaitan yang sangat erat. Maka untuk memahami apa
sosiolinguistik itu, perlu terlebih dahulu dibicarakan apa yang dimaksud dengan
sosiologi dan linguistik itu. Sosiologi itu adalah kajian yang objektif dan
ilmu mengenai ilmiah dan
mengenai manusia di dalam masyarakat, dan mengenai lembaga-lembaga, dan proses
sosial yang ada dalam masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana
masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Dengan mempelajari
lembaga-lembaga sosial dan segala masalah sosial dalam satu masyarakat, akan
diketahui cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bagaimana
mereka bersosialisasi, dan menempatkan diri pada tempatnya masing-masing dalam
masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa,
atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan
demikian, secara mudah dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu
antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa
itu di dalam masyarakat.
Pada awal abad ke-20 ini
telah menyebutkan bahwa bahasa adalah salah satu lembaga kemasyarakatan, yang
sama dengan lembaga kemasyarakatan lain, seperti perkawinan, pewarisan harta
peninggalan, dan sebagainya. Kemudian dalam pertengahan abad ini para pakar di
bidang bahasa merasa perlu adanya perhatian yang lebih terhadap dimensi
kemasyarakatan bahasa. Karena ternyata, dimensi kemasyarakatan bukan hanya
memberi “makna” kepada bahasa, tetapi juga menyebabkan terjadinya ragam-ragam
bahasa. Lalu, dilihat dari sudut lain, ragam-ragam bahasa ini bukan hanya dapat
menunjukkan adanya perbedaan sosial dalam masyarakat, tetapi juga memberi
indikasi mengenai situasi berbahasa, dan mencerminkan tujuan, topik, kaidah,
dan modus-modus penggunaan bahasa. Pakar lain, Charles Morris, dalam bukunya
Sign, Language, and Behavior (1946) yang membicarakan bahasa sbagai sistem lambing (De Seussure dalam Chaer dan
agustina, 2004:2)
Sebagai
objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa,
sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau didekati
sebagai saran interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia. Setiap kegiatan
kemasyarakatan manusia, mulai dari upacara pemberian nama bayi yang baru lahir
sampai upacara pemakaman jenazah tentu tidak akan terlepas dari penggunaan
bahasa. Oleh karena itu, bagaimanapun rumusan mengenai sosiolinguistik yang
diberikan para pakar tidak akan terlepas dari persoalan hubungan bahasa dengan
kegiatan-kegiatan atau aspek-aspek kemasyarakatan. Beberapa rumusan mengenai
sosiolinguistik dari beberapa pakar sebagai berikut :
§ Sosiolinguistik
lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi
bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi
bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana 1978:94 dalam Chaer dan agustina, 2004:3)
§ Pengajian
bahasa dengan dimensi kemasyarakatan disebut sosiolinguistik (Nababan 1984:2 dalam Chaer dan agustina, 2004:3)
§ Sociolingistics
is the study of the characteristics of
language varieties, the characteristics of their functions, and the
characteristics of thair speakers as these constantly interact, change and
change one another whitin a speech community (= Sosiolinguistik adalah kajian
tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakaian
bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling
mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur (J.A Fishman 1972:4 dalam Chaer dan
agustina, 2004:3)
§ Sociolinguistyiek
is de studie van taal en taalgebruik in de kontext van maatschapij een kultuur
(= sosiolinguistik adalah kajian mengenai bahasa dan pemakaiannya dalam konteks
sosial dan kebudayaan (Rene Appel, Gerad Hubert, Greus Meijer 1976:10 dalam Chaer dan
agustina, 2004:3)
§ Sociolinguistiek
is subdisiplin van de taalkunde, die bestudert welke social factoren een rol
spelen in het taalgebruik er welke taal spelt in het social verkeer (=
sosiolinguisti adalah subdisplin ilmu bahasa yang mempelajari faktor-faktor
sosial yang berperan dalam penggunaan bahasa dan pergaulan sosial (G,E. Booji,
J.G. Kersten dan H.J Verkulyl 1975:139 dalam Chaer dan agustina, 2004:3)
§ Sociolingisistics
is the study of langage in operation, it’s purpose is to investegate how the
convention of the language use relate to other aspects of social behaviour (=
sosiolinguistik adalah kajian bahasa dalam penggunaanya, dengan tujuan untuk
meneliti bagaimana konvensi pemakaian bahasa berhubungan dengan aspek-aspek
lain dari tingkah laku sosial (C. Criper dan H.G. Widdowson dalam J.P.B. Allen
dan S. Piet Corder, 1975:156 dalam Chaer dan agustina 2004:3).
§ Sociolinguistics
is a devaloping subfield of lingustics
which takes speech variation as it’s focus, viewing variation or it social
context. Sosiolinguistics is concerned with the correlation between such social
factors and linguistics variation (= Sosiolinguistik adalah pengembangan
subbidang linguistik yang memfokuskan penilaian pada variasi ujaran, serta
mengkajinya dalam suatu konteks sosial. Sosiolinguistik meneliti korelasi
antara faktor-faktor sosial itu dengan variasi bahasa ( Nancy Parrot Hickerson
1980:81 dalam Chaer dan agustina, 2004:3
)
Kalau
disimak definisi-definisi itu, maka dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik
adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdispiner dengan ilmu
sosiologi, dengan objek penilaian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor
sosial di dalam suatu masyarakat tutur.
1.
Masalah-Masalah
Sosiolinguistik
Masalah
dalam sosiolinguistik adalah sebagai berikut :
1) Identitas
social dari penutur
2) Identitas
sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi
3) Lingkungan
sosial tempat peristiwa tutur terjadi
4) Analisis
sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial
5) Penilaian
sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran
6) Tingaktan
variasi dan ragam linguistik
7) Penerapan
praktis dari penilaian sosiolinguistik (Dittmar 1976:128)
Identitas
sosial dari penutur adalah dapat diketahui dari pertanyaan siapa dan siapa
penutur tersebut, dan bagaimana hubungannya dengan lawan tuturnya. Maka,
identitas penutur dapat berupa anggota keluarga ((ayah, ibu, kakak, adik, paman,
dan sebagainya), dapat berupa teman karib, atasan atau bawahan (di tempat
kerja), guru, murid, tetangga, pejabat, orang yang dituakan, dan sebagainya.
Identitas penutur itu dapat mempengaruhi pilihan kode dalam bertutur.Identitas
sosial dari pendengar tentu harus dilihat dari pihak penutur. Maka, identitas
pendengar itu pun dapat berupa anggota keluarga (ayah, ibu, adik, kakak, paman,
dan sebagainya), teman karib, guru, murid, tetangga, orang yang dituakan, dan
sebagainya. Identitas pendengar atau para pendengar juga akan mempengaruhi
pilihan kode dalam bertutur.
Lingkungan
sosial tempat peristiwa tutur terjadi dapat berupa ruang keluarga di dalam
sebuah rumah tangga, di dalam mesjid,, di lapangan sepak bola, di ruang kuliah,
di perpustakaan, atau pinggir jalan. Tempat peristiwa tutur terjadi dapat pula
mempengaruhi pilihan kode dan gaya dalam bertutur. Misalnya, di ruang
perpustakaan tentunya kita harus berbicara dengan suara yang tidak keras, di
lapangan sepak bola kita boleh berbicara keras-keras, malah di ruang yang
bising dengan suara mesin suara-suara kita harus berbicara dengan suara kelas,
sebab kalau tidak keras tentu tidak dapat di dengar oleh lawan bicara kita.
Analisis
diakronik dan sinkronik dari dialek-dialek sosial berupa deskripsi pola-pola
dialek-dialek sosial itu, baik yang berlaku pada masa tertentu atau yang
berlaku pada masa tertentu atau yang berlaku pada masa yang tidak terbatas.
Dialek sosial ini digunakan para penutur sehubungan dengan kedudukan mereka
sebagai anggota kelas-kelas sosial tertentu di dalam masyarakat.
Penilaian
sosial yang berbeda oleh penutur terhadap bentuk-bentuk perilaku ujaran.
Maksudnya, setiap penutur tentunya mempunyai kelas sosial tertentu di dalam
masyarakat. Maka, berdasarkan kelas sosialnya itu, dia mempunyai penilaian
tersendiri, yang tentunya sama, atau jika berbeda, tidak akan terlalu jauh dari
kelas sosialnya, terhadap bentuk-bentk perilaku ujaran yang berlangsung.
Tingkatan
variasi atau linguistik, maksudnya, bahwa sehubungan dengan heterogennya anggota
suatu masyarakat tutur, adanya bebagai fungsi sosial dan politik bahasa, serta
adanya tingkatan kesempurnaan kode, maka alat komunikasi manusia yang disebut
bahasa itu menjadi sangat bervariasi. Setiap variasi, entah namanya dialek,
varietas, atau ragam , mempunyai fungsi sosialnya masing-masing.
Dimensi
terakhir, yakni penerapan praktis dari penilaian sosiolinguistik, merupakan
topik yang membicarakan kegunaan penelitian sosiolinguistik untuk mengatasi
masalah-masalah praktis dalam masyarakat. Misalnya, masalah pengajaran bahasa,
pembakuan bahasa, penerjemahan, mengatasi konflik sosial akibat konflik bahasa,
dan sebagainya.
Kegunaan
Sosiolinguistik
Adapun kegunaan
sosiolinguistik adalah sebagai berikut :
a. Dapat
kita manfaatkan dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
b. Memberikan
pedoman kepada kita dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa
atau gaya bahasa apa yang harus kita gunakan jika kita berbicara dengan orang
tertetu.
c. Menunjukkan
bagaimana kita harus berbicara bila kita berada di dalam masjid, di ruang
perpustakaan, di taman, di pasar, atau juga di lapangan sepak bola.
B.
Komunikasi Bahasa.
Rumusan-rumusan itu kalau dibutiri akan menghasilkan
sejumlah ciri yang merupakan hakikat bahasa. Ciri-ciri yang merupakan hakikat
bahasa antara lain adalah bahwa bahasa itu sebuah sistem lambang, berupa bunyi,
bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi.
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu
dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secaratetap dan dapat dikaidahkan.
Sebagai sebuah sistem, bahasa itu tersusun menurut suatu pola tertentu,tidak
tersusun secara acak atau sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, sistem
bahasa itu bukan merupakan sebuah sistem tunggal,melainkan terdiri dari
sejumlah subsitem,yakni subsistem fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon.
Setiap bahasa memiliki sistem yang berbeda dari bahasa yang lainnya. Misalnya;
urutan kata di dalam kalimat bahasa latin adalah tidak penting, oleh karena itu
lazi juga disebut bahwa atau bahasa bersifat unik,meskipun juga bersifat
universal. Unik artinya memiliki ciri atau sifat khas yang tidak dimiliki
bahasa lain, dan universal berarti, memiliki ciri yang sama yang ada pada semua
bahasa.
Sistem bahasa yang dibicarakantersebut adalah berupa
lambang-lambang dalam bentuk bunyi. Artinya, lambang-lambang itu berupa bunyi,
yang lazim disebut bunyi ujar dan bunyi bahasa.Setiap lambang bahasa
melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep.
Lambang bunyi bahasa itu bersifat arbitrer. Artinya,
hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannyatidak bersifat wajib, bisa
berubah, dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepi makna
tertentu. Meskipun
lambang-lambang bahasa yang bersifat arbitrer, tetapi juga bersifat
konfesional. Artinya, setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara
lambang dengan yang dilambangkannya.
Bahasa
itu bersifat produktif, artinya, dengan sejumlah unsur yang terbatas, namun
dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampirtidak terbatas. Umpamanya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan
W.J.S. Purwadarminta bahasa Indonesiahanya mempunyai lebih kurang 23.000 buah
kata; tetapi dengan 23.000 buah kata itu dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak
terbatas.
Bahasa itu bersifat dinamis, maksudnya, bahasa itu
tidak terlepas dari berbagai kemungkinan prubahanyang sewaktu-waktu dapat
terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saj; fonologis,
sintaksis,semantik,dan leksikon Yang tampak jelas biasanya adalah pada tataran
leksikon. Pada setiap waktu mungkin ada saja kosakata baru yang muncul, tetapi
juga ada kosa kata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi.
Bahasa itu beragam artinya meskipun sebuah bahasa
yang mempunyai kaidah atau polatertentu yang sama, namun karena bahasa itu
digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan
kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu imenjadi beragam, baik dalam tataran
fonologis,morfologis, sintaksis maupun tataran leksikon. Bahasa itu bersifat
manusiawi artinya bahasa sebagai alat komunikasi verbal hanya dimiliki manusia.
Hewan tidak mempunyai bahasa.
Ciri-ciri bahasa seperti yang dibicarakan di atas
yang menjadi indikator akan hakikat bahasa adalah menurut pandangan linguistik
umum, yang melihat bahasa sebagai bahasa. Menurut pandangan sosiolinguistik
bahasa itu juga mempunyai ciri sebagai alat interaksi sosial dan sebagai alat
mengidentifikasikan diri.
Fungsi-fungsi Bahasa
Secara tradisional kalau dinyatakan apakah bahasa
itu, akan dijawab bahwa bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk
berkomunikasi, dalam arti, alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan,konsep atau
juga perasaan. Konsep bahwa bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran sudah
mempunyai sejarah yang panjang jika kita menelusuri sejarah studi bahasa
pada masa lalu. Dalam hai ini, Wardhaugh (1972;3-8) juga mengatakan bahwa
fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik tertulis maupun lisan.
Namun, fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar, yang menurut kineavy
disebut ecpression, information, eksploratian, persuasion dan entertaimen
(michel 1967;51).
Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat
atau berfungsi untuk menyampaikan pikiran diamggap terlalu sempit. Dilihat dari
segi penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau pribadi. Si penutur bukan
hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu
sewaktu menyampaikan tuturnya. Dilihat
dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahsa itu berfungsi direktif, yaitu
mengatur tingkah laku pendengar.
Bila dilihat dari segi kontak antara penutur dan
pendengar maka bahasa di sini berfugsi fatik (jakobson 1960, finnocchiaro 1974
menyebutkan interpersonal; dan halliday 1973 menyebutnya interacional), yaitu
berfungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat, atau
solidaritas social. Bila
dilihat dari segi topik ujaran, maka bahasa itu berfungsi referensial
(finnocchiaro 174; halliday 1973 menyebut representational; jacobson1960
menyebutnya fungsi kognitif). Disini bahasa itu berfungsi sebagai alat untuk
membicarakan objek atau peristiwa yang ada di sekeliling penutur atau yang ada
dalam budaya pada umumnya.
Kalau dilihat dari segi kode yang digunakan, maka
bahasa itu berfungsi metalingual atau metalinguistik. Tetapi dalam fungsinya di
sini bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Kalau dilihat dari segi
amanat yang akan disampaikan maka bahasa itu berfungsi imaginatif. Bahasa itu
dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.
Hakikat
komunikasi
Salah satu fungsi bahasa seperti yang dibicarakan
diatas adalah sebagai alat komuikasi atau interaksi. Kalau disimak batasan
diatas, mka kita dapat tiga komponenyang harus adadalam setiap komunikasi,
yaitu:
1. Pihak
yangberkomunikasi, yakni pengirirm dan penerima informasi yang dikomunikasikan,
yang lazim disebut partisipan.
2. Informasi
yang dikomunikasikan.
3. Alat
yang digunakan dalam komunikasi itu.
Pihak yang terlibat dalam suatu proses komunikasi
tentunya ada dua orang atau dua kelompok orang, yaitu pertama yang mengirim
(sender) informasi, dan yang kedua yang menerima (receiver) informasi.
Informasi yang disampaikan tentunya berupa suatu ide, gagasan, keterangan, atau
pesan. Sedangkan alat yang digunakan dapat berupa simbol/lambang seperti bahasa
( karena hakikat bahasa adalah sebuah sisitem lambang); berupa tanda-tanda,
seperti rambu-rambu lalu lintas, gambaran, atau peetunjuk; dan dapat juga
berupa gerak gerik anggota badan (kinestik).Suatu proses komunikasi memang
sering kali tidak dapat berjalan dengam mulus karena adanya gangguan atau
hambatan. Tiadanya kesadaran dari salah satu pihak partisipan merupakan suatu
hambatan. Gangguan atau hambatan lain, misalnya, daya pendengaran salah salah
satu partisipan yang kurang baik, suara bising di tempat komunikasi
berlangsung, atau juga kemampuan penggunaan bahasa yang kurang.
Dalam setiap komunikasi-bahasa ada dua pihak yang
terlibat, yaitu pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (reseiver). Ujaran
(berupa kalimat atau kalimat-kalimat) yang digunakan untuk menyampaikan pesan
(berupa gagasan, pikiran, sarab, dan sebagainya) itu disebut pesan. Dalam hal
ini pesan itu tidak lain pembawa gagasan
(pikiran, saran, dan sebagainya)
yang disampaikan pengirim (penutur) kepada penerima (pendengar).
Ada duamacam komunikasi bahasa,
yaitu komunikasi searah dan komunikasi dua arah. Dalam komunikasi searah, si
pengirim tetap sebagai pengirim, dan si penerima tetap sebagai penerima. Dalam
komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si pengirim bisa menkadi penerima,
dan penerima bisa menjadi pengirim.
Bahasa itu dapat mempengaruhi
perilaku manusia. Maka kalau si penutur mengetahui respon si pendengar terhadap
tuturannya, dia bisa melihat umpan balik, yang dapat berwujud perilaku tertentu
yang dilakukan pendengar setelah mendengar tuturan si pendengar. Dengan
demikian, umpan balik berfungsi sebagai sistem mengecek respon, yang jika
diperlihatkan si penutur dapat menyesuaikan diri dalam menyampaikan
pesan/tuturan berikutnya.
Sebagai alat komunikasi, bahasa itu
terdiri dari dua aspek, yaitu aspek linguistik dan Aaspek nonlinguistik
ataubparalinguistik. Kedua aspek ini ‘’bekerja sama’’ dalam membangun
komunikasi-bahasa itu. Aspek paralinguistik mencakup ( 1 ) kualitas ujaran,
yaitu pola ujaran seseorang ; ( 2 ) unsur suprasegmental, yaitu tekanan
(stres), nada (pitch), dan intonasi ; ( 3 ) jarak dan gerak-gerik tubuh ; ( 4 )
rabaan , yakni yang berkenaan dengan indera perasa (pada kulit).
Komunikasi-bahasa atau komunikasi
yang menggunakan bahasa sebagai alatnya mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan dengan jenis komunikasi lainnya, termasuk komunikasi yang berlaku
pada masyarakat hewan. Komunikasi dengan gerak isyarat tangan yang berlaku
untuk orang bisu tuli dan komunikasi membaca gerak bibir yang juga berlaku
untuk orang bisu tuli sudah tidak dapat digunakan lagi dalam keadaan gelap atau
tidak ada cahaya, karena kedua jenis komunikasi itu sangat mengandalkan
penglihatan mata untuk menangkap dan memahami bahasa gerak tangan dan bahasa
bibir itu. Sedangkan komunikasi-bahasa masih dapat digunakan meski dalam keadaan
gelap sekalipun. Malah dengan bantuan alat-alat modern dewasa ini sistem
komunikasi-bahasa dapat menembus jarak dan waktu.
Ada beberapa penelitian yang telah
dilakukan terhadap sistem komunikasi pelbagai jenis burung. Penelitian itu
menyimpulkan bahwa dalam sistem komunikasi burung yang berupa ‘’bunyi burung’’
dapat dibedakan adanya dua macam bentuk komunikasi, yaitu (1) panggilan (bird
call), dan (2) nyanyian (bird song). Jenis komunikasi burung yang disebut
panggilan berupa bunyi yang terdiri dari satu nada pendek atau lebih, yang
isinya atau pesennya bunyi yang terdiri dari satu nada pendek atau lebih, yang
isinya atau pesennya sudah ditentukan sejak lahir. Isi atau pesan ini
berhubungan dengan bahaya, makanan, bersarang, dan berkelompok. Panggilan
mempunyai makna jadi, merupakan satu bentuk komunikasi.
Beberapa jenis burung, termasuk beo
dan kakak tua, dapat menirukan bunyi burung lain dan juga suara manusia kalau
burung tersebut dipelihara. Tetapi kemampuan yang dimiliki burung-burung itu
hanyalah sampai tahap menirukan bunyi (termasuk ujaran) yang pernah didengarnya
. dia tidak mempunyai kemampuan untuk membuat kalimat-kalimat baru dari
kata-kata yang sudah dapat ditirukannya. Jadi jelas berbeda dengan manusia yang
dapat membuat kalimat-kalimat baru dalam jumlah yang tidak terbatas, yang belum
pernah didengar atau dibuat orang, dari kata-kata yang sudah diketahuinya.
Penelitian terhadap alat komunikasi
lumba-lumba (dolfin) menunjukkan bahwa lumba-lumba menggunakan bunyi vokal yang
mirip bunyi ‘’ceklekan’’ untuk mengetahui dengan tepat lokasi objek-objek yang
mungkin menghalangi perjalanannya di dalam laut. Selain bunyi vokal itu,
lumba-lumba bisa mengeluarkan bunyi seperti bersiul dan bunyi ‘’berkuak’’.
Kedua jenis bunyi ini berkenaan dengan situasi emosi lumba-lumba itu. Bunyi
siulan yang tinggi nadanya lalu turun merendah menunjukkan bahwa lumba-lumba
itu minta tolong karemna berada dalam keadaan bahaya. Ada juga bunyi untuk
memanggil lawan jenisnya untuk bentuk biologis. Bunyi lumba-lumba ini dapat
merambat dengan cepat di dalam air sehingga dapat ditangkap dengan segera oleh
lumba-lumba lainnya. Eksperimen yang dilakukan membuktikan bahwa lumba-lumba
tidak berkomunikasi sesamanya dengan bunyi-bunyi tersebut, dan kalaupun tampak
bahwa lumba-lumba itu dapat berkomunikasi dengan manusia adalah sebagai hasil
respon-respon yang telah dilatihkan (conditioned responses).
- Keistimewaan
Bahasa Manusia
Hakikat
komunikasi sebagai suatu sistem yang dimiliki manusia maupun yang ada pada
dunia hewan. Berikut ini kita lihat bagaimana kelebihan atau keistimewaan
bahasa sebagai alat komunikasi manusia dibandingkan dengan alat-alat komunikasi yang ada pada dunia hewan.
Pembicaraan diangkat dari Akmajian 1979.
Ada 16 butir ciri khusus yang membedakan sistem
komunikasi bahasa dari sistim komunikasi makhluk lainnya. Keenam belas ciri itu
adalah sebagai berikut.
1.
Bahasa itu menggunakan
jalur vokal auditif.
2.
Bahasa dapat tersiar ke
segala arah, tetapi penerimaannya terarah.
3.
Lambang bahasa yang
berupa bunyi itu cepat hilang setelah diucapkan.
4.
Partisipan dalam
komunikasi bahasa dapat saling berkomunikasi.
5.
Lambang bahasa itu
dapat menjadi umpan balik yang lengkap.
6.
Komunikasi bahasa
mempunyai spesialisasi.
7.
Lambang-lambang bunyi
dalam komunikasi bahasa adalah bermakna atau merujuk pada hal-hal tertentu.
8. Hubungan antara lambang
bahasa dengan maknanya bukan ditentukan oleh adanya suatu ikatan antara
keduanya, tetapi di tentukan oleh suatu persetujuan atau konvensi di antara
para penutur suatu bahasa.
9. Bahasa sebagai alat
komunikasi manusia dapat dipisahkan menjadi unit satuan –satuan, yakni,
kalimat, kata, morfem, dan fonem.
10.
Rujukan atau yang
sedang dibicarakan dalam bahasa tidak harus selalu ada pada tempat dan waktu
kini.
11.
Bahasa bersifat
terbuka.
12. Kepandaian dan
kemahiran untuk menguasai aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan berbahasa
manusia diperoleh dari belajar, bukan melalui gen-gen yang dibawa sejak lahir.
13.
Bahasa itu dapat
dipelajari.
14.
Bahasa dapat digunakan
untuk menyatakan yang benar dan yang tidak benar, atau juga yang tidak bermakna
secara logika.
15.
Bahasa memiliki dua
subsistem, yaitu subsistem bunyi dan subsistem makna, yang memungkinkan bahasa
itu memiliki keekonomisan fungsi.
16.
Bahasa itu dapat kita
gunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri.
C.
Sosiolinguistik dan ilmu-ilmu yang lain
Sosio adalah masyarakat dan linguistik adalah kajian
bahasa. Jadi, sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan
dengan kondisi kemasyarakatan. Sosiolinguistik menyoroti keseluruhan masalah
yang berhubungan dengan organisasi perilaku bahasa, tidak hanya mencakup
pemakaiaan bahasa saja, melainkan juga sikap-sikap bahasa, perilaku terhadap
bahasa dan pemakaian bahasa. Nababan sejalan dengan halliday dalam pernyataanya
“ sosiolinguistik adalah kajian atau pembahasan bahasa sehubungan dengan
penutur bahasa itu sebagai anggita masyarakat” (Nababan dalam sumarsono,
2011:4)
Batasan dalam kajian sosiolinguistik itu meliputi
tiga hal, yakni bahasa, masyarakat, dan hubungan antara bahasa dan masyarakat.
Cakupan sosiolinguistik akan semakin jelas jika kita lihat paparan yang
membandingkan sosiolinguistik dengan bidang studi lain yang terkait,
sebagaimana dijelaskan dibawah ini.
1.
Sosiolinguistik
dengan sosiologi.
Sumarsono (2011:5) sosiologi
mempelajari antara lain struktur sosial, organisasi kemasyarakatan, hubungan
antaranggota masyarakat, tingkah laku masyarakat. Secara konkrit sosiologi
emempelajari kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti keluarga, clan (sub
suku), suku dan bangsa. Tentu saja, untuk mempelajari kasta-kasta dan adat
istiadat kita harus mempunyai data yang memadai, yang melibatkan banyak orang
atau anggota masyarakat. Kita tidak dapat menggatakan susunan orang jawa
begini-begitu, jika kita hanya mendasarkan pada satu keluarga jawa saja.
Sosiolinguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan dengan masyarakat
memiliki persamaan dengan sosiologi, dalam arti sosiologuistik memerlukan data atau subjek
lebih dari satu orang individu. Dalam kajian keduanya menggunakan metode
kuantitatif. Sosiolinguistik juga menggunakan metode sampling ( random atau
acak), karena tidak mungkin semua anggota masyarakat dilibatkan atau dijadikan
subjek, sehingga tidak mustahil jika sosiolinguistik juga menggunakan
statistik, seperti halnya sosiologi. Namun kita lihat perbedaan antara kedua studi
tersebut. Sampai tahap
tertentu sosiologi memang menyentuh
bahasa, tetapi tentu saja soiologi tidak sampai berbicara tentang bahasa itu
sampai pada hal yang sekecil-kecilnya, misalnya tentang struktur kalimat.
Sosiologi juga tidak akan berbicara tentang ragam bahasa yang dipakai oleh
seseorang dalam kelompok masyarakat. Sebaliknya, justru ragam bahasa itulah
yang menjadi objek sosiolinguistik. Jadi, objek utama sosiologi bukan bahasa
melainkan masyarakat, dan dengan tujuan mendiskripsikan masyarakat dan tingkah
laku. Dan objek utama SL adalah variasi bahasa, bukan masyarakat.
2.
Sosiolinguistik
dengan linguistik umum.
Sumarsono (2004:7) linguistik
umum merupakan kajian yang mencakup fonologi, morfologi dan sintaksis.
Linguistik disini hanya berbicara tentang struktur bahasa, mencakup bidang
struktur bunyi, struktur morfologi, struktur kalimat dan belakangan ini
struktur wacana. Linguistik mempunyai pandangan monolitik terhadap suatau
bahasa. Artinya bahasa dianggap menjadi suatu sistem yang tunggal (1) linguistik
melihat bahasa sebagai suatu sistem tertutup, suatu sisitem yang berdiri
sendiri terlepas dengan kaitanya dengan struktur masyarakat. Dalam pnelitian,
seorang linguis memakai satu atau dua orang subjek sebagai informan. Tutur
informan itu kemudian dianlisis dan dari satu dua orang itu kemudian orang si
linguis menyusun tata bahasa atau memerikan struktur bahasa yang diteliti.
Tentu saja informan itu terpilih dari orang-orangf yang bertutur dalam satu
ragam teretentu, yaitu ragam baku. Tentu saja kaidah “tata bahasa” berlaku bagi
semua ragam bahasa.
Sumarsono (2004:8) sosiolinguistik
juga berbicara tentang bahasa metode yang digunakan juga serupa , yaitu
deskriptif, dalam arti, menelaah objek sebagaimana adanya pada saat tertentu.
Tetapi, perbedaan dengan linguistik juga bersifat mendasar. Sosiolinguistik
justru tidak mengaku adanya konsep monolitik itu, karena sosiolinguistik
menggangap setiap bahasa mempunyai sejumlah variasi. Setiap bahasa bervariasi,
tidak ada satupun bahasa seseorang atau dialek satu pun yang tidak bervariasi.
Sosiolinguistik melihat bahasa sebagai suatu sistem terbuka, sebagai suatu
sisitem yang berkaitan dengan struktur
masyarakat, bahasa dilihat sebagai sistem yang tidak terlepas dari ciri-ciri
penutur dan dari nilai-nilai sosial budaya yang dipatuhi oleh penutur itu.
Linguistik sesuai dengan namanya sangat mengutamakan struktur dan bunyi,
sedangkan makna dinomorduakan. Sosiolinguistik lebih minitikberatkan fungsi
bahasa dalam penggunaan, makna bahasa secara sosial. Karena itu pula,
sosiolinguistik tidak mungkin memakai satu-dua orang sebagai informan,
melainkan memakai banyak informan, banyak pengguna bahasa.
Karena fokus pemerian linguistik itu struktur atau
bunyi bahasa sebagai sistem, wajar kalau data yang dipakai adalah data tutur
verbal , dan satuan terbesar yang
digarap umumnya hanya pada tataran kalimat. Sebaliknya, seorang sosiolinguis,
yang bfokusnya fungsi bahasa, data yang dicari dan dialisis adalah data verbal
plus nonverbal dan non linguistik. Sosiolinguistik memperhatikan fonologi,
semantik dan sintaksis, tetapi satuan terbesar y6ang menjadi objeknya adalah
wacana, baru turun ketataran yang lebih kecil. Karena masalah sosiolinguistik
fungsi bahasa, pendekatanya tidak cukup satu displin ilmu saja melainkan harus
multidispliner, meliputi sosiologi, antropologi, psikologi sosial.
3.
Sosiolinguistik
dialelektologi.
Sumarsono (2004:9) dialektologi
adalah kajian tentang variasi bahasa juga. Dia mempelajari berbagai dialek
dalam bahasa yang tersebar di berbagai wilayah. Tujuanya untuk mencari hubungan
kekeluargaan diatara dialek-dialek itu, juga menentukan sejarah perubahan bunyi
atau bentuk kata, berikut maknanya, dari masa kemasa dan dari satu tempat ke
tempat lain. Titik berat kajian terletak pada . Setelah ditemukan sejumlah kata
yang mempunyai berbagai bentuk (atau lafal)pada sejumlah dialek di berbagai
tempat, dialektologim membuat semacam peta, yakni peta dialek. Dapat kita
simpulkan, metode yang dipakai oleh dialektologi adalah metode komparatif dan
metode historis-diakronis. Artinya, dia membanding-bandingkan, dan di dalam
membandingkan–bandingkan, dan di dalam membandingkan itu dialektologi menunjukkan sejarah dari bentuk sebuah kata ,
karena itu dia menjangkau lebih dari satu masa, yaitu masa kini dan masa lampau.
Disamping itu jelas pula bagi penglihatan kita, dialektogi meneliti kata-kata
pada dialek-dialek regional, yaitu dialek yang didasarkan atas batas-batas
wilayah alam. Sosiolinguistik juga menggunakan metode komparatif tapi biasanya
bukan historis-diakronis, yang dibandingkan juga bukan hanya kata-kata.
Sosiolongistik kadang-kadang meneliti persoalan seperti “kapan si A menggunakan
kata X dan kapan menggunakan kata Z ?”, tetapi perbandingan itu masih dalam
batas waktu dimana si A itu hidup dengan kata lain sosiolinguistik menggunakan
metode deskriptif sinkronis, yaitu melihat objek sebagaimana adanya pada suatu
saat tertentu. Kajian sosiolinguistik bersifat kesejarahan. Perbedaan lain yang
cukup mendasar sosiolinguistik banyak menitik beratkan kajiannya atas fariasi
bahasa bukan batas-batas regional atau alam, melainkan pada batas-batas
kemasyarakatan.
4.
Sosiolinguistik
dengan retorika.
Sumarsono (2004:11) retoris
ialah pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban dari yang di tanya, yang
menjawab adalah penannya sendiri. Retorika disini di maksudkan sebagai kajian
tentang tutur terpilih, seseorang yang bertutur mempunyai kesempatan
menggunakan berbagai variasi bahasa. Untuk memilih bentuk atau kalimat yang di
ucapkan seseorang bisa memeprtimbangkan yang paling efektif untuk situasi dan
kondisi pada waktu itu. Bagaimana si penutur menggunakan suatu bentuk ujaran
situasi dan kondisi yang mendukung pemilihan bentuk itu. Sehingga orang yang di
suruh pergi misalnya, betul-betul mau pergi, merupakan persoalan retorika.
Jelas dalam variasi bahasa, retorika mempunyai
kesejajaran dengan sosiolinguistik yaitu variasi bahasa sebagai objek studi
keduanya. Tetapi tidak seperti retorika sosiolinguistik tidak hanya
memperhatikan bentuk-bentuk bahasa terpilih saja, melainkan semua variasi yang
ada kemudian di kaitkan dengan dasar atau faktor yang memunculkan variasi itu.
Retorika cenderung ke arah kajian tutur individu, yang tentu saja tidak menjadi
objek sosiolinguistik.
5.
Sosiolingistik
dengan Psosiologi
sosial.
Sumarsono (2004:12) psikologi
mengurusi masalah proses mental individu, seperti inteligansi, minat, sikap,
dan kepribadian. Manakala macam masalah semcam itu menyangkut sekelompok
manusia, analisisnya di tangani oleh sosiologi sosial. Hubungan sosiologi dan
sikologi sosial dapat kita lihat pada segi metologi. Sosiologi dapat mendekati
suatu masalah sosiolinguistik seperti pilihan bahasa yaitu bahasa atau ragam
bahasa yang di pilih ileh seorang penutur ketika ia melakukan interaksi ferbal
dengan cara mengamati sempel yang akan di teliti dalam kaitannya dengan
struktur sosial dan melakukan analisis statistik terhadap survai itu. Jika kita
memakai metode pendekatan sosiologi sosial perhatian kita lebih tertuju kepada
proses psikologis dari pada kategori sosial yang luas, kita juga dapat
melakukan hal-hal sebagaimana sosiologi, seperti melakukan survai, menentukan
sampel dan memakai analisis statistik, tetapi yang kita cari lebih mengarah
kepada motivasi-motivasi individual dari pada struktur sosial. Dengan kata lain
psikologi sosial lebih berwawasan perorangan dari pada berwawasan sosial.
Pendekatan psikologi sosial bisa pula kita pakai untuk menganalisis sikap
bahasa yaitu sikap sekelompok masyarakat terhadap suatu bahasa.
6.
Sosiologi
dengan antropologi.
Sumarsono (2004:13) Antropologi
adalah kajian tentang masyarakat dari sudut kebudayaan dalam arti luas.
Kebudayaan dalam arti luas bisa mencakup hal-hal seperti kebiasaan, adat,
hukum, nilai dan lembaga sosial. Bagi antropologi, bahasa sering kali di anggap
sebagai ciri penting bagi jati diri sekelompok orang berdasarkan etnik.
Bagaimana seorang warga kota
berhubungan dengan warga lain, bahasa apa yang dipakai, merupakan kajian
sosiolinguistik. Metode yang di pakai untuk mengumpulkan data dapat berupa
wawancara atau pengamatan. Salah satu teknik pengamatan yang dipakai oleh
sosiolinguistik dan antropologi adalah pengamatan berpatisipasi.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Sosiolinguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa yang digunakan manusia di dalam masyarakat. Komponen yang ada dalam komunikasi bahasa yaitu penutur
atau pengirim pesan, alat komunikasi berupa bahasa, dan penerima pesan atau receiver. Sebagai objek dalam
sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana
dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau didekati sebagai saran
interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumarsono.
2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta:
Lembaga Studi Agama, Budaya, dan Perdamaian.
Chaer,
Abdul dan Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: PT Trineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar